PT.INDOFOOD MAKMUR

Tentang PT Indofood Sukses Makmur Tbk

PT Indofood Sukses Makmur Tbk (“Indofood”) (BEI: INDF) adalah perusahaan makanan olahan terkemuka di Indonesia. Indofood merupakan perusahaan Total Food Solutions dengan empat Kelompok Usaha Strategis: Produk Konsumen Bermerek, Bogasari, Agribisnis dan Distribusi. Warisan Indofood terbesar saat ini adalah kekuatan merek-merek yang dimilikinya, bahkan banyak di antara merek tersebut telah melekat di hati masyarakat Indonesia selama hampir dua dekade. Ini termasuk beberapa merek mi instan (Indomie, Supermi dan Sarimi), tepung terigu (Segitiga Biru, Kunci Biru dan Cakra Kembar), minyak goreng (Bimoli), margarin (Simas Palmia) dan shortening (Palmia). Dengan akuisisi Indolakto, salah satu produsen susu olahan terkemuka (Indomilk), telah memposisikan Indofood sebagai perusahaan Total Food Solutions yang progresif. Merek-merek Indofood senantiasa menjadi pemimpin pasar di masing-masing segmennya, dan dikenal atas produknya yang berkualitas dengan harga terjangkau.

MENGHITUNG RETURN SAHAM

Mengunakan rumus :

Dari data harian PT.INDOFOOD pada tanggal 1 januari2008 sampai 31 januari 2010.

Di dapat TOTAL RETURN sebesar :  0,828423194

Rata-rata AVERAGE : 0,001653539

Dan resiko sebesar : 0,042541028

MENGHITUNG RETURN PASAR

Menggunakan rumus :

=

Dari data IHSG pada tanggal 1 januari2008 sampai 31 januari 2010.

Didapat TOTAL RETURN sebesar : 0,060177024

Rata-rata AVERAGE : 0,00012

Dan resiko sebesar : 0,002452

GRAFIK GABUNGAN

ANALISIS

Contoh kasUs mengenai kreditur

Kasus Pailit TPI

Status Dua Kreditur Pemohon Pailit TPI Diputuskan Besok

JAKARTA – Rapat verifikasi dan pencocokan jumlah klaim tagihan tiap kreditur PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang dilakukan oleh tim kurator akan kembali digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Rapat yang diagendakan Selasa (15/12/2009) besok akan menentukan status dua kreditor pailit yakni, Asian Venture Finance Limited atau (AVFL) dan Crown Capital Global Limited (CCGL) yang sebelumnya ternyata tidak mampu menunjukan bukti tagihan asli yang diajukan untuk memailitkan PT TPI.

Dalam rapat verifikasi nanti, akan kembali menghadirkan pihak kurator, kreditor, dan debitor pailit. Rapat dipimpin oleh Hakim Pengawas Nani Indrawati. “Besok pagi akan kembali dilanjutkan rapat verifikasi dan pencocokan jumlah klaim tagihan tiap kreditur. Termasuk dua kreditor yang mengajukan permohonan pailit, harus menunjukan bukti tagihan asli pada kurator,” kata Direktur Finance & Tehnik Ruby Panjaitan saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (14/12/2009).

Menurut Ruby, jika dua kreditur tersebut ternyata tidak mampu menunjukan bukti tagihan itu maka, klaim yang selama ini dijadikan dasar permohonan pailit TPI tidak bias dibenarkan. Sebab, permohonan pailit pada perusahaan minimal diajukan oleh dua kreditur yang memiliki hak tagih atas perusahaan yang disinyalir gagal bayar. “Kalau dua  perusahaan yang mengajukan permohonan ternyata juga bermasalah, putusan itu juga harus dipertanyakan kembali,” terangnya.

Kuasa Hukum TPI, Marx Andryan saat ditanya, dalam verifikasi dan pencocokan jumlah klaim tagihan nanti ternyata dua kreditur pailit TPI ini sanggup menunjukan surat tagihan asli, apakah TPI tetap tidak mengakui keberadaanya sebagai perusahaan yang mempailitkan TPI.

Marx lagi-lagi menegaskan, debitur pailit TPI tidak akan pernah mengakui dua perusahaan asing asal Singapura tersebut. Sebab, dalam laporan keuangan TPI tidak pernah tercatat adanya pengakuan utang atas dua perusahaan asing tersebut.

Sebelumnya, kuasa hokum TPI Marx Andryan menegaskan CCGL dan AVFL tidak memenuhi syarat formal karena gugatan kepailitan yang diajukan kreditur itu tidak memiliki hak tagih. Kreditor AVFL, kata Marx, telah menjual hak tagihnya pada 17 Oktober 2003 ke PT Khatulistiwa Citra Prima dengan nilai USD1 yang beralamat di Jalan KH Wahid Hasyim Nomor 80 AVFL kata dia, tercatat dineraca PT Cipta TPI hanya sampai dengan 31 Desember 2002.

AVFL diwakili oleh Victoriano C Beltran yang juga merupakan pihak yang mewakili Filago Limited (yang mengaku sebagai pemilik subbond sebelum dialihkan CCGL pada 27 Desember 2004 dengan alamat di Wijaya Graha Puri Blok A nomor 3-4 Jl Wijaya 2 Jaksel yang dimiliki oleh PT AB Capital Indonesia milik Shadik Wahono).

“Fakta ini menjelaskan kalau AVFL tidak mempunyai hak tagih sejak penjualan diatas. Itu berarti tagihan AVFL adalah fiktif, sehingga telah terjadi tindakan kriminal oleh pemohon karena telah mengajukan kreditur fiktif sehingga sesungguhnya TPI menjadi korban tindakan kriminal (victim of crime) dari pemohon,” terang Marx.

Pada rapat verifikasi sebelumnya, hakim pengawas pailit TPI, Nani Indrawati menegaskan pada seluruh kreditor agar dapat menunjukan dokumen asli pada tim kurator selaku pihak yang bertanggung jawab atas inventaris aset TPI. Jika tidak bisa menunjukan, mereka tidak bias diakui sebagai kreditor. Nani memberikan kesempatan kepada seluruh kreditor untuk menunjukan surat tagihan aslinya pada rapat verifikasi lanjutan, besok.

Menanggapi itu, Kuasa Hukum CCGL Ibrahim Senin menyatakan, AVFL dan CCGL siap menunjukan bukti asli tagihan pada rapat pencocokan dan verifikasi utang berikutnya. Klienya, kata dia, tidak mungkin mengajukan tagihan hutang kalau tidak ada bukti tagihan. “Kami siap membawa bukti tagihan utang yang asli. Rabu, akan kita tunjukan pada tim kurator,” jelas Ibrahim Senen.

Dalam rapat pencocokan dan verifikasi utang sebelumnya, Jumat kemarin, kurator TPI William Eduard Daniel dan Safitri Hariani menyampaikan bahwa jumlah kreditur yang telah tercatat mencapai 91 kreditur dengan total klaim tagihan mencapai Rp1,5 triliun. Dari total 91 kreditur, baru 70 kreditur yang diakui sementara oleh kurator sebagai pihak yang memiliki tagihan utang terhadap TPI. “Untuk itu pada rapat verifikasi mendatang para kreditur harus menunjukan bukti tagihan utang yang asli. Supaya statusnya dapat dinaikkan menjadi diakui,” jelas William Eduard Daniel.

Kurator Pailit TPI William Eduard Daniel menyatakan, akan mempercepat proses verifikasi dan pencocokan jumlah klaim tagihan tiap kreditur yang diagendakan besok pagi. Dalam rapat verifikasi nanti, pihaknya akan ada pencocokan semua utang-piutang yang telah dilaporkan. “Kalau waktunya cuma satu hari, saya pesimistis, karena jumlahnya (yang harus diverifikasi) cukup banyak, totalnya kira-kira mencapai Rp1,3 triliun,” katanya.

Dia berharap, proses verifikasi tersebut dapat berjalan lancar karena selama ini proses pengurusan atau pemberesan pailit TPI selalu mengalami sejumlah hambatan. “Kurator sedang mempersiapkan diri untuk rapat verifikasi dengan pihak-pihak terkait karena sebelumnya, rapat verifikasi saja mundur-mundur terus,” katanya.

Dalam rapat verifikasi nanti, kata dia, pihaknya akan berusaha menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sesuai Undang-Undang yang diatur. Tidak hanya itu, pada rapat verifikasi, pihaknya juga berupaya membuka dan memberikan kesempatan pada direksi TPI agar bisa menjalin komunikasi. “Kami percaya, direksi tidak akan macam-macam karena kita sudah melakukan pergantian speciment rekening bank yang dimiliki TPI, selain daftar inventaris aset,” ungkapnya. (m purwadi/Koran SI/ade)

PenGertIan kREdituR

Kreditur adalah pihak ( perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang.

Secara singkat dapat dikatakan pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lainnya.

Terminologi kreditur ini sering digunakan pada dunia keuangan khususnya merujuk pada pinjaman jangka pendek, obligasi jangka panjang, dan hak tanggungan.

Macam- macam kreditur =
  • Kreditur Preferen ( Secured Creditors )
  • Kreditur Konkruen ( Unsecured Creditors )
Kreditur Preferen mempunyai hak untuk lebih didahulukan pelunasan Piutangnya dibanding Kreditur Konkuren
biasanya kredirur preferen, memiliki jaminan seperti hak tanggungan, jaminan fidusia

Golongan/Tingkatan Kreditur

Tulisan ini mengutip salah satu bagian makalah/paper yang disampaikan dalam salah satu seminar kepailitan pada tahun 2008 lalu.

“Lima Golongan Kreditur di dalam Kepailitan

Penentuan golongan kreditur di dalam Kepailitan adalah berdasarkan Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU KUP”); dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (selanjutnya disebut sebagai “UU Kepailitan”).

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, golongan kreditur tersebut meliputi:

  1. Kreditur yang kedudukannya di atas Kreditur pemegang saham jaminan kebendaan (contoh utang pajak) dimana dasar hukum mengenai kreditur ini terdapat di dalam Pasal 21 UU KUP jo pasal 1137 KUH Perdata;
  2. Kreditur pemegang jaminan kebendaan yang disebut sebagai Kreditur Separatis (dasar hukumnya adalah Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata). Hingga hari ini jaminan kebendaan yang dikenal/diatur di Indonesia adalah:
    • Gadai;
    • Fidusia;
    • Hak Tanggungan; dan
    • Hipotik Kapal;[1]
  3. Utang harta pailit. Yang termasuk utang harta pailit antara lain adalah sebagai berikut:
    • Biaya kepailitan dan fee Kurator;
    • Upah buruh, baik untuk waktu sebelum Debitur pailit maupun sesudah Debitur pailit (Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004);[2] dan
    • Sewa gedung sesudah Debitur pailit dan seterusnya (Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004);
  4. Kreditur preferen khusus, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan Kreditur preferen umum, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1149 KUH Perdata; dan
  5. Kreditur konkuren. Kreditur golongan ini adalah semua Kreditur yang tidak masuk Kreditur separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen khusus maupun umum (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata).

Dari lima golongan kreditur yang telah disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 1134 ayat 2 jo. Pasal 1137 KUH Perdata dan Pasal 21 UU KUP, Kreditur piutang pajak mempunyai kedudukan di atas Kreditur Separatis. Dalam hal Kreditur Separatis mengeksekusi objek jaminan kebendaannya berdasarkan Pasal 55 ayat 1 UU Kepailitan, maka kedudukan tagihan pajak di atas Kreditur Separatis hilang. Pasal 21 ayat 3 Undang-Undang No. 28 Tahun 2008, menentukan :

Hak mendahului untuk pajak melebihi segala hak mendahului lainnya kecuali terhadap :

a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak.

b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, dan atau

c. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Bagaimana dengan kedudukan tagihan buruh? Tidak demikian halnya untuk piutang para buruh karena upah buruh tidak termasuk hak dari kas Negara. Meskipun Pasal 95 ayat 4 UU Kepailitan menentukan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau likuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Dan, penjelasannya menyebutkan yang dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja/buruh harus dibayar lebih dahulu daripada utang-utang lainnya. Kedudukan tagihan upah buruh tetap tidak dapat lebih tinggi dari kedudukan piutang Kreditur Separatis karena upah buruh bukan utang kas Negara.

Pasal 1134 ayat 2 jo. pasal 1137 KUH Perdata justru merupakan rambu-rambu agar tidak setiap undang-undang dapat menentukan bahwa utang yang diatur dalam undang-undang tersebut mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari tagihan Kreditur Separatis maupun tagihan Pajak.

Dalam Pasal 39 ayat (2) UU Kepailitan telah ditentukan bahwa upah buruh untuk waktu sebelum dan sesudah pailit termasuk utang harta pailit artinya pembayarannya didahulukan dari Kreditur Preferen Khusus dan Preferen Umum yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata.

Lalu, bagaimana dengan objek jaminan kebendaan yang termasuk harta pailit? Kreditur pemegang jaminan kebendaan/separatis bukan pemilik objek jaminan kebendaan, objek jaminan tetap milik Debitur pailit, jadi termasuk harta pailit hanya objek jaminan kebendaan tidak terkena sita umum. Kreditur pemegang jaminan kebendaan hanya mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan/eksekusi objek jaminan kebendaan lebih dahulu dari Kreditur lain. Apabila setelah Kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut melunasi piutangnya, dari hasil eksekusi/penjualan objek jaminan tersebut masih ada sisa uang, maka Kreditur tersebut harus mengembalikan sisa uang tersebut kepada boedel pailit melalui Kurator. Sedangkan apabila hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutangnya, maka sisa piutang yang tidak terbayar tersebut dapat diajukan/didaftarkan kepada Kurator untuk diverifikasi sebagai tagihan/piutang konkuren.”


[1] Gadai dan Hipotik (kini termasuk Fidusia dan Hak Tanggungan) adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya (Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata), sedangkan Pasal 1137 KUH Perdata menentukan bahwa hak dari kas Negara, Kantor Lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu. Hal-hal yang sama mengenai peraturan-peraturan atau perkumpulan-perkumpulan yang berhak atau kemudian akan mendapat hak untuk memungut bea.[2] Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 hanya upah buruh untuk waktu setelah Debitur pailit, masuk utang harta pailit, untuk upah buruh sebelum Debitur pailit masuk utang preferen ke-4 (pasal 1149 ayat 4 KUH Perdata).